Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit ketujuh tertinggi di dunia yang dapat menyebabkan disabilitas jangka panjang. Kondisi PPOK menyebabkan penurunan fungsi paru, mengganggu pernapasan terutama dalam ekspirasi. Hal ini menyebabkan aktivitas yang membutuhkan oksigen lebih banyak seperti olahraga atau aktivitas pekerjaan yang berat menjadi sulit dilakukan.
Pada pasien PPOK, terjadi fibrosis atau jaringan paru menjadi tidak lagi elastis dan baik dalam mengembang-mengempis, sehingga terjadi fenomena air trapping. Air trapping merupakan kondisi di mana udara yang telah dihirup sulit untuk keluar. Hal ini menyebabkan pertukaran oksigen terganggu dan akhirnya jaringan tubuh tidak memiliki cukup oksigen untuk berfungsi. Inilah yang membuat pasien merasa berat atau mudah lelah saat beraktivitas. Pada awal fase PPOK, pasien akan menghindari aktivitas berlebih karena tidak mau sesak. Inaktivitas ini membuat kekuatan tubuh makin berkurang, sehingga makin mudah sesak, yang akhirnya akan mengurangi aktivitas lagi dan berputar dalam siklus kelelahan yang terus-menerus. Lingkaran sakit ini menyebabkan PPOK semakin berat. Belum lagi stres dan kecemasan yang dialami pasien akibat kondisinya. Penyebab PPOK di antaranya adalah eksposur terhadap zat berbahaya terhadap saluran pernapasan. Contoh tersering di Indonesia adalah konsumsi rokok. Stres yang dialami pasien dapat meningkat sehingga pasien PPOK perokok dapat menambah konsumsi rokok, yang tentu justru akan memperburuk progresi penyakit.
Program rehabilitasi respirasi merupakan intervensi komprehensif yang dibutuhkan untuk penderita PPOK. Studi Arnold, dkk. menemukan bahwa program terapi 6—8 minggu dapat meningkatkan kesehatan, mengurangi sesak, meningkatkan kapasitas olahraga, memperbaiki kesehatan mental, dam menurunkan rerata kebutuhan rawat di rumah sakit. Penting dilakukan rehabilitasi respirasi untuk menjaga agar fungsi pasien tetap maksimal dan kualitas hidup terjaga. Rehabilitasi respirasi memiliki tujuan sebagai berikut:
- Meningkatkan toleransi olahraga
- Memperbaiki gejala
- Mencegah komplikasi agar pasien dapat kembali aktif dan bekerja
- Kualitas hidup dapat meningkat.
Program terapi akan ditentukan oleh dokter spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi, dan terapi dapat dijalankan oleh tim terapis terkait. Rehabilitasi pada kasus PPOK difokuskan untuk pengondisian otot dan kesehatan kardiorespirasi. Selain itu, Tim Rehabilitasi Jakarta Rehab Clinic dilengkapi fasilitas konseling dengan psikolog yang dapat mendukung pasien dalam perjalanan menjalani pengobatan serta memotivasi penurunan aktivitas merokok.
Referensi:
- Arnold MT, Dolezal BA, Cooper CB. Pulmonary Rehabilitation for Chronic Obstructive Pulmonary Disease: Highly Effective but Often Overlooked. Tuberc Respir Dis (Seoul). 2020 Oct;83(4):257-67.
- Naglaa Bakry Elkhateeb, Ahmed A. Elhadidi a, Hosam H. Masood a, Amany R. Mohammed. Pulmonary rehabilitation in chronic obstructive pulmonary disease. Egyptian Journal of chest diseases and tuberculosis (2015) 64, 359-369.
- Singh S, Harrison S, Houchen L, Wagg K. Exercise assessment and training in pulmonary rehabilitation for patients with COPD. Eur J Phys Rehabil Med. 2011;47(3):483–497.